Di tengah meningkatnya kesadaran global akan pentingnya kesehatan mental, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal edukasi dan pemahaman masyarakat terhadap isu ini. Meskipun berbagai kampanye telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi non-profit, hingga media, namun data dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa edukasi kesehatan mental di Indonesia masih sangat terbatas dan belum merata.
Dalam wawancara khusus bersama jk news, psikolog klinis Irma Wulandari, M.Psi, mengungkapkan bahwa masih banyak masyarakat yang menganggap gangguan kesehatan mental sebagai hal yang tabu, atau bahkan sesuatu yang harus disembunyikan.
“Stigma masih sangat kuat. Banyak orang yang enggan mencari bantuan profesional karena takut dicap ‘gila’ atau lemah,” ujar Irma.
Ia menambahkan bahwa kurangnya edukasi sejak usia dini juga menjadi salah satu akar masalah. Di sekolah-sekolah, pembahasan mengenai kesehatan mental belum menjadi bagian dari kurikulum secara sistematis. Akibatnya, banyak anak muda yang tidak mampu mengenali tanda-tanda gangguan mental pada dirinya sendiri atau pada orang lain di sekitarnya.
Minimnya Akses dan Informasi
Salah satu kendala utama dalam upaya edukasi kesehatan mental adalah minimnya akses informasi yang benar dan terpercaya. Banyak informasi yang beredar di media sosial justru menyesatkan dan memperkuat stigma. Beberapa konten bahkan menggambarkan gangguan mental secara sensasional, tanpa memberi penjelasan ilmiah atau solusi.
Bagi masyarakat di daerah terpencil, kondisi ini semakin parah. Di beberapa wilayah, belum tersedia tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater, dan layanan konseling masih sangat terbatas.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, rasio psikolog dan psikiater terhadap jumlah penduduk di Indonesia masih jauh di bawah standar WHO. Artinya, banyak penderita gangguan mental yang tidak mendapatkan layanan yang layak karena kurangnya tenaga ahli.
Peran Media dan Lembaga Pendidikan
Dalam kondisi seperti ini, media memiliki peran penting dalam menyebarkan edukasi yang benar tentang kesehatan mental. Sayangnya, liputan mengenai isu ini masih tergolong sedikit dan sering kali tidak mendalam.
JK News, sebagai bagian dari media yang peduli terhadap isu sosial, mengajak seluruh pihak — baik pemerintah, lembaga pendidikan, media massa, hingga influencer di media sosial — untuk bersama-sama meningkatkan literasi kesehatan mental di masyarakat.
Sekolah dan kampus juga diharapkan dapat lebih aktif memasukkan isu ini dalam kegiatan pembelajaran maupun program pengembangan diri. Workshop, seminar, dan pelatihan tentang manajemen stres, kecemasan, dan cara mencari bantuan profesional bisa menjadi langkah awal yang signifikan.
Harapan dan Solusi
Harapan ke depan, edukasi tentang kesehatan mental dapat dilakukan secara lebih terstruktur, mulai dari tingkat keluarga, sekolah, hingga lingkungan kerja. Pemerintah juga diharapkan meningkatkan investasi di sektor kesehatan mental, baik dari segi anggaran, pelatihan tenaga ahli, maupun pembangunan fasilitas layanan psikologi di seluruh pelosok negeri.
Masyarakat juga memiliki peran penting. Membuka ruang diskusi yang aman, tidak menghakimi, dan empatik bisa menjadi awal dari perubahan. Mulailah dengan hal sederhana, seperti mendengarkan teman yang sedang kesulitan, dan mengarahkan mereka untuk mencari bantuan profesional bila diperlukan.
Kesehatan mental adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Jika kita bisa merawat tubuh dengan baik, sudah saatnya kita juga memberi perhatian yang sama pada pikiran dan perasaan kita.