Papua, tanah yang diberkati bersama dengan kekayaan maxbet budaya dan alamnya, dikenal sebagai tempat para pengukir tanah.
Di sini, manusia hidup berdampingan bersama dengan alam yang basah, menjunjung dan beradaptasi bersama dengan lingkungannya.
Untuk memasuki wilayah Papua bersama dengan suku Asmat, perjalanan dapat di mulai berasal dari menaiki kapal yang dapat melintasi Selat Mariana, sebuah selat yang berada di wilayah Distrik Kimaam.
Selat ini mengantarai daratan utama Papua bersama dengan Pulau Kolepom (Pulau Dolok), wilayah yang masih juga didalam Kabupaten Merauke dan didominasi oleh hutan mangrove di selama pesisirnya.
Meskipun begitu, bersama dengan memandang terdapatnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, yang udah membangun jalan utama bersama dengan material beton, menghubungkan kampung-kampung di tempat tersebut.
Rumah Adat Jew dan Kehidupan di Asmat
Rumah kebiasaan suku Asmat yang juga dikenal sebagai Rumah Bujang. Rumah ini digunakan oleh kaum laki-laki yang belum menikah dan jadi tempat berkumpul para pemuka kebiasaan dan juga pemimpin desa.
Rumah panggung berupa persegi panjang ini terbuat berasal dari kayu, bersama dengan dinding dan atap berasal dari daun pohon sagu atau nipah yang dianyam. Tiang penyangga tempat tinggal diukir bersama dengan motif Asmat dan disatukan tanpa paku, melainkan bersama dengan akar-akar rotan.
Keberadaan Jew sangat penting bagi penduduk Asmat, gara-gara segala ketetapan dan sistem kehidupan di mulai berasal dari tempat tinggal kebiasaan ini.
Dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, juga mama-mama yang mencari hasil alam bersama dengan perahu di sungai.
Ekosistem Mangrove dan Kehidupan Nelayan
Dengan kesibukan penduduk setempat, seperti berburu udang di Sungai Bets.
Ekosistem mangrove di selama pesisir sungai ini menambahkan banyak manfaat ekologis dan ekonomi bagi masyarakat.
Mangrove berfaedah sebagai pengikat tanah, mengurangi risiko abrasi, dan jadi tempat berpijah bagi berbagai biota perairan seperti kepiting, udang, kerang, dan ikan.
Masyarakat Asmat yang sebagian besar hidup sebagai nelayan mengfungsikan hasil perikanan berasal dari ekosistem mangrove untuk mencukupi kebutuhan tempat tinggal tangga dan perekonomian.
Perjalanan ke Kota Agats
Perjalanan ke ibukota Kabupaten Asmat, Kota Agats, ditempuh bersama dengan speedboat selama dua jam, melintasi sungai-sungai yang berkelok-kelok bersama dengan pemandangan hutan mangrove di selama pesisirnya.
Kota Agats dikenal sebagai kota seribu papan, gara-gara banyak bangunan yang masih mengfungsikan kayu dan papan. Namun, gara-gara terdapatnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, kini udah ada jalan utama yang terbuat berasal dari beton dan sebagian yang udah diaspal.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Asmat terdiri atas tanah gambut, rawa, atau hutan bakau, dan 13% wilayahnya masuk didalam Taman Nasional Lorentz, taman nasional terbesar di Asia Tenggara.
Taman nasional ini melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistem yang ada, dan juga jadi tempat penelitian dan pendidikan.